21.5.09

KOTBAH KENAIKAN YESUS 2009

Sudah Selesai

(Kisah Para Rasul 1:1-11, Lukas 24:44-53)


Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” (Kis. 1:11).

Inilah sapaan kedua malaikat kepada para murid yang terpana menyaksikan peristiwa kenaikan Yesus. Mereka terpaku menyaksikan Yesus, Guru mereka, pergi meninggalkan mereka dalam kemuliaan-Nya. Cara begini memang bukan hal biasa. Tak heran mereka semua terpaku menyaksikan peristiwa itu.

Ya, mereka terpaku. Sekali lagi, peristiwa kenaikan Yesus dalam kemulianlah yang membuat mereka terpukau. Merupakan hal yang wajar jika mereka terpaku. Ya, mereka terpaku karena terpukau. Tetapi, keterpakuan itulah yang membuat mereka untuk sesaat lupa diri. Keterpakuan itu pulalah yang membuat mereka lupa akan tugas mereka. Terpaku karena terpukau memang tidak salah. Menjadi salah kalau keterpakuan itu membuat mereka lupa akan kewajiban mereka. Dan karena itulah, malaikat langsung menegur mereka.

Kita tidak pernah tahu berapa lama para murid terpaku. Kita tidak pernah tahu berapa lama para murid menengadah ke langit. Tetapi, yang kita tahu dengan pasti mereka semua ditegur karena terlalu asyik memandang ke langit. Kita tahu dengan pasti bahwa para murid ditegur karena terlalu asyik menengadah.

Sekali lagi, menengadah tidaklah salah. Tetapi, terlalu asyik menengadah sehingga lupa persoalan sehari-hari bukanlah hal yang benar. Terlalu asyik menengadah sehingga tak hirau dengan kewajiban diri pastilah salah.

Teguran itu diawali dengan frasa Hai orang-orang Galilea. Frasa ini mengingatkan bahwa mereka adalah orang Galilea. Mereka seakan diingatkan akan asal-usul mereka. Mereka seakan diingatkan akan tempat di mana mereka tinggal.

Dan ini berarti bukanlah tanpa maksud Tuhan menempatkan mereka di tanah Galilea. Lebih tegas lagi, asal-usul seseorang, latar belakang seseorang, tempat tinggal seseorang bukanlah suatu hal yang kebetulan. Tuhan berkarya dalam semuanya itu. Bukanlah kebetulan melainkan kebenaran.

Sama halnya dengan keberadaan kita sekarang ini. Pada hemat saya bukanlah kebetulan saya seorang Chinese. Allah punya maksud saat Dia menempatkan saya lahir dan besar dalam keluarga Chinese. Dan bukan kebetulan pula jika pada waktu SMA, saya pindah ke-Surabaya. Saya meyakini Allah bekerja di dalam semuanya itu. Dan kalau gaya hidup saya adalah gaya Suroboyoan, saya yakin Allah punya kehendak khusus pula dalam diri saya. Persoalannya: apakah saya sungguh-sungguh mencari tahu apakah kehendak khusus Allah dalam diri saya.

Hai orang-orang Galilea. Frasa ini juga mengingatkan bahwa mereka masih berada di bumi. Mereka belum berada di surga. Dan jika mereka berada di bumi, itu berarti ada tanggung jawab yang harus dipikul. Ada karya yang harus diselesaikan. Ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Dan semua itu merupakan panggilan mereka sebagai manusia.

Jelas di sini bahwa panggilan manusia bukanlah diam, termenung, terpaku, melamun, berkhayal. Manusia dipanggil untuk bekerja. Dan itu berarti menghasilkan buah.

Itu jugalah yang dinyatakan Yesus, Sang Guru, sebelum Dia pergi meninggalkan mereka: ”Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.” (Luk. 24:44).

Perhatikanlah kata digenapi yang dipakai di sini! Yesus adalah pribadi yang menggenapi. Dia menyelesaikan segala sesuatunya. Dia tidak meninggalkan pekerjaan rumah dan menyuruh orang lain yang mengerjakan pekerjaan rumah-Nya. Tidak. Dia menggenapi semua kewajiban yang harus diselesaikan-Nya. Dan di atas kayu salib, Yesus jugalah yang berkata, ”Sudah selesai.”

Sudah selesai. Tak ada lagi pekerjaan rumah. Sudah selesai. Tak ada lagi utang. Sudah selesai.

Dan sebagai pengikut Kristus, pada hemat saya, panggilan kita jugalah untuk berkata sudah selesai di akhir perjalanan hidup kita. Kita memang tidak akan pernah tahu kapan hidup kita berakhir. Oleh karena itu, kerjakanlah apa yang bisa kita kerjakan hari ini. Jangan tunda! Esok mungkin sudah terlambat.

Dan tugas setiap pengikut Kristus ialah menjadi saksi. Frasa-frasa Yerusalem, Yudea, Samaria, ujung-ujung bumi, itu berarti bahwa kita harus menjadi saksi di mana pun kita berada.

Baiklah kita tetap ingat: Kristen berarti pengikut Kristus. Artinya, panggilan seorang Kristen ialah tetap mengikuti Kristus dalam situasi dan kondisi apa pun. Ini bukan pilihan. Ini merupakan konsekuensi logis sebagai orang-orang yang memanggil dirinya sebagai Kristen.

Menjadi Kristen berarti menjadi pengikut Kristus. Menjadi Kristen berarti membiarkan Kristus yang berjalan di depan dan kita mengikuti Dia dari belakang. Menjadi Kristen berarti memikul salib kita masing-masing dengan setia.

Setia. Amsal menyatakan bahwa banyak orang menyebut diri baik hati, orang setia siapakah yang mendapatkannya? Banyak orang baik, namun tak banyak orang yang setia. Orang baik dalam kondisi kritis mungkin bisa menjadi tidak setia.

Setia berarti fokus. Setia berarti memokuskan diri pada apa yang dikerjakan. Fokus berarti kualitas pekerjaan dan bukan kuantitas pekerjaan. Fokus berarti lebih menekankan kepada mutu pekerjaan ketimbang banyaknya pekerjaan.

Fokus itu seperti seorang pelari maraton. Dia tidak asal berlari tanpa tujuan. Nggak lucu bukan? Berlari dengan cepat, sampai duluan, nomor satu. Tak ada yang mengikuti! Setelah setengah jam, ternyata di finis di tempat yang salah! Fokus!

Setia berarti menyelesaikan sesuatu hingga akhir. Setia berarti sampai selesai. Setia berarti tetap bertahan meski susah sungguh. Setia berarti tetap tak mau undur dari gelanggang meski capek. Setia berarti kalau sudah capek berlari, ya jalan saja. Kalau memang capek, benar-benar capek, ya istirahat! Jangan tinggalkan gelanggang!

Setia. Setia terhadap panggilan kita – entah panggilan sebagai suami, isteri, pacar, anak, orang tua, adik, kakak, karyawan, majikan, profesional, pejabat, warga jemaat, komisi, tua-tua, diaken, juga pendeta. Sekali lagi, jangan tinggalkan gelanggang!

Dan setia berarti mata kita tidak hanya memandang ke langit, tetapi memandang ke bumi, tempat kita berpijak.

Amin.

No comments:

Post a Comment