28.2.09

TOKOH2 ALKITAB : MUSA ( 2 )

II. HIDUP MUSA DAN LATAR BELAKANGNYA a. Bapak leluhurnya Musa dari suku Lewi, puak Kehat dan kaum atau keluarga Amran (Keluaran 6:16 dab). Bahwa dia keturunan yang agak jauh, bukan anak langsung dari Amran dan Yokhebed teracu dalam hal orang-tuanya tidak disebut pada catatan terperinci mengenai masa kanak-kanaknya (Keluaran 2). Hal ini hampi pasti berdasarkan kenyataan bahwa Amran denganketiga adiknya mempunyai banyak keturunan dalam satu tahun sesudah keluaran (Bilangan 3:27-28 ). Image b. Musa dibesarkan di Mesir  Untuk menyelamatkan putranya yang baru lahir dari maklumat Firaun – yang memerintahkan untuk membunuh bayi laki-laki Ibrani – sang ibu memasukkan bayinya – Musa – kedalam suatu peti pandan, yang dipakalnya dengan gala-gala dan ter. Peti itu disembunyikan di tengah-tengah teberau di tepian sungai, dan disuruh dijagai oleh putrinya yaitu Miryam. Tidak lama kemudian datang putri Firaun dan dayang-dayangnya hendak mandi di sungai. Putri Firaun melihat anak itu, kasihan dan mengambilnya. Dengan hati-hati Miryam muncul dan menusulkan untuk mengcari inang penyusu bayi itu (yang sebenarnya adalah ibu bayi itu), dan dengan demikian selamatlah jiwa bayi Musa. Sesudah disapih, Musa diserahkan kepada 'ibu' angkatnya, yaitu putri Mesir itu (Keluaran 2:1-10). Mengenai pertumbuhan Musa menjelang dewasa di Istana Mesir, tidak disajikan dengan keterangan terperinci. Tapi seorang anak seperti Musa di lingkungan istana pada zaman kerajaan Mesir Baru, pasti mendapat didikan dasar yang hakiki dalam 'segala hikmat orang Mesir', Demikian Stefanus (Kisah 7:22). Pengetahuan modern mengenai Mesir kuno memberi latar belakang yang lengkap bagi kehidupan Musa di Mesir. Para Firaun dari zaman kerajaan Mesir Baru (+ 1550-1070 sM) membangun puri dan harim (tempat selir-selir) tidak hanya di ibukota besar seperti Tabes, Memfis dan Pi-Ramese (Ra’amses) tapi juga di daerah-daerah Mesir lainnya, terutama wilayah-wilayah peristirahatan. Salah satu yang bertahan lama ialah harim di Fayum, yang pada waktu itu berupa rawa-rawa, sangat disukai oleh para Firaun untuk menangkap ikan dan memanah burung-burung. Dokumen-dokumen papirus menjelaskan bahwa, harim bukanlah penjara tempat berpangku tangan bagi penghuninya waktu Firaun alpha; para 'nyonya' dari petinggi kerajaan mengawasi kegiatan 'industri rumah', pemintalan dan pertemuan yang dilakukan oleh para nelayan. 'Nyonya-nyonya terhormat' bisa saja dalam suatu harim, seperti Maa-Hor-neferu-Re', yaitu ratu bangsa Het yang kawin dengan Rameses II, yang disebut dalam d=risalah-risalah Fayum. Tapi penghuni utama harim biasanya adalah selir-selir dan para perempuan 'kegemaran' Firaun, dari golongan rendah dan totok, dan 'putri Firaun' yang menjadi ibu angkat Musa, mungkin adalah 'anak' dari salah seorang selir ini, jadi bukan anak dari permaisuri utama dan bukan berdarah asli keturunan raja sebagai pewaris kerajaan, yang lukisannya lebih mulia dalam risalah-risalah yang tersedia, ketimbang saudara-saudaranya yang perempuan. Tapi hiburan menangkap ikan dan burung bersama harim dalam perburuan ini tidak hanya di Fayum. Suatu dokumenb paling dini memasukkannya dalam daftarnya sebagi lapangan-lapangan olahraga yang baik, beberapa tempat di wilayah Delta Timur dekat Goyen. Harim yang baik tentu ada di sekitar itu dan salah satu dari tempat-tempat seperti itu kemungkinan menjadi tempat tinggal Musa dahulu di Mesir. Pada zaman itu dan sebelumnya, anak-anak dari selir-selir penghuni harim dididik oleh pengawas harim (guru dari anak-anak raja). Bila tiba waktunya, bagi anak-anak raja, ditugaskan seorang pengajar, biasanya petinggi istana atau pensiunan perwira militer, yang dekat dengan raja. Dan pasti Musa diperlakukan demikian. Kurikulum pendidikan Mesir meliputi membaca dan menulis tulisanhieroglif dan tulisan kudus, manyalin naskah-naskah (khususnya sastra kuno), kaidah menulis surat dan tata administrasi. Anak-anak Firaun juga dilatih memanah dan keterampilan jasmani lainnya. Anak-anak Firaun mendapat bermacam-macam pekerjaan; diangkatan bersenjata, mengawasi proyek-proyek raksasa, melaksanakan jabatan imam besar di kuil-kuil utama propinsi, atau bahkan pengurus tanah milik istana atau milik kuil. Lagipula, sebagai keturunan Sem yang tinggal di Mesir, tak mungkin Musa mendapat kesukaran dalam mempelajari dan menggunakan ke-20 huruf 9atau lebih) abjad linear Kanaan (bukan berupa gambar seperti hieoglif), mengingat ia tentu saja lebih dahulu menjalani pendidikan dalam jurusan yang lebih ketat, yaitu mempelajari tumpukan huruf dan kelumpok tanda-tanda dari tulisan Mesir (walaupun ini hanya menuntut lahitan, nbukan kejeniusan untuk mempelajarinya). Kenyataan bahwa tempat tinggal Musa adalah di Mesir, bukan palestina, tidak menjadi penghalang baginya untuk menguasai tulisan linear yang begitu sederhana. Tulisan ukiran 'asli Sinai' bertarikh awal abad 15 sM pastilah hanya merupakan peringatan khusus, catatan kerja dan tulisan singkat pada batu-batu nissan (untuk persembahan) oleh orang-orang Sem yang ditawan di Delta Timur Mesir (atau pendudukan-pendudukan di memfis), yang dipekerjakan di tambang-tambang batu pirus, dan menggambarkan pemakaian bebas tulisan itu oleh orang Sem dibawah pemerintahan Mesir, hampir 2 abad sebelum Musa. Keterangan yang lebih jelas tentang pemakaian tulisan linear oleh bangsa Sem di mesir terdapat pada satu tembikar, yang ditemuka di Lembah Ratu di Tebes, + 560 km sebelah selatan Palestina, Sinai, atau Delta. Satu-satunya kata yang masih lengkap terpelihara dan pata dibaca dengan agak mudah ialah 'mht', artinya 'pelayan perempuan'. Jika buruh biasa (atau mandor-mandor mereka) di tempat-tempat pemakaman di tebes dan juga tambang-tambang Sinai, tidak mendapat kesulitan memakai tulisan ini untuk mendaftarkan kegiatan biasa dan peringatan keagamaan, maka tidak benar dan tidak realistis menganggap bahwa seorang calon pemimpin suatu bangsa yang sedang bertumbuh, apalagi yang dididik dalam disiplin orang Mesir terhadap karya tulis akan mengalami kesulitan. Teori demikian, yang dijadikan alasan menduga bahwa Pentateukh tidak mungkin ditulis pada zaman Musa, jelas bertentangan dengan bukti gamblang Asia Barat Kuno. Dan jika ada orang yang membatasi pemakaian aksara itu, hanya di kalangan 'ahli-ahli khusus' saja, hal itu sangat menggelikan. c. Orang-orang asing di istana Mesir  Orang Sem dan orang Asia lainnya terdapat pada setiap lapisan masyarakat Mesir zaman Kerajaan Baru. Disamping ribuan tahanan yag dibawa dari Kanaan untuk menjadi budak, ada para mengerajin bangsa asing, orang-orang Siria yang berdinas sebagai tentara Mesir, pemuda-pemuda Asia sebagai pesuruh, juru kipas dll. Orang Sem yang tinggal di Mesir bisa mencapai kedudukannya sampai tingkat tertinggi dalam piramida sosial. Mereka menjadi pesuruh kilat antara Mesir dan Siria, kusir kereta perang dan pedagang. Putri dari seorang kapten laut Siria, Gen-’Anat, bisa kawin dengan anak raja (W Spiegelberg, Recueil de Travaux, 16, 1894, hlm 64). Yang paling peruntung, beberapa yang mencapai kedudukan berpengaruh dan tanggung jawab tinggi dalam negara dan pemerintahan Mesir, seorang diantaranya ialah arsitek Bunaia (+ tahun 1440 sM), anak Arteni, orang Hori. Dia berulang-ulang menyebut dirinya hrd-n-k’p, 'anak (istana) harim', yaitu dibesarkan di istana. Kemudian pelayan kepala Hekaresyu dan Heka-er-neheh, orang asing yang memakai nama Mesir, menjadi guru bagi anak-anak raja. Pada zaman Surat-surat Amarna, (± tahun 1360 sM), Yanhamu, orang Sem, menjadi gubernur propinsi Kanaan wilayah kerajaan Mesir (Helck, Mitteilungen der Deutschen Orient-Gesellschaft, no. 92, 1960, hlm 7 dan catatan 38), dan Dudu atau Tutu dalam surat-surat ini (sebenarnya Menteri Luar Negeri) mungkin adalah juga orang Sem. Pada zaman raja-raja Ramesida orang Asia lebih ter¬hormat lagi. Seorang dari juru minuman kepercayaan Raja Merenpetah adalah orang Siria, bernama Ben-'Ozen dari Tsur-Basan ('Gunung Batu Basan'), yg menemani menteri mengawasi pekerjaan di kuburan Firaun di Lembah Raja (JEA, 34, 1948, hlm 74). Lalu, pada akhir Dinasti XIX, seorang Siria untuk kurun waktu singkat mengambil alih kekuasan di Mesir: sangat mungkin dialah Menteri Bay yg sangat berkuasa (Cerny dlm Gardiner, JEA, 44, 1958, hlm 21-22). Informasi lebih lanjut mengenai orang-orang Sem yg berkedudukan tinggi pada zaman Kerajaan Mesir Baru.  Pada zaman Kerajaan Mesir Baru, dewa-dewa Kanaan dan dewa-dewa Asia disembah juga di Mesir (Baal, Resyef, Astarot, Anat, dst; bnd ANET, hlm 249-250); demikian juga tak terkira kata-kata pinjaman, dan pokok-pokok sastra Kanaan banyak beredar, dipinjam atau dibaurkan dengan tema-terna Mesir (W.F Albright, Archaeology and the Re¬ligion of Israel, 1953, hlm 197-198 (pemerkosaan Anat); T.H Gaster, BO, 9, 1952, hlm 82-85, 232; dan G Posener, Melanges Isidore Levy, 1955, hlm 461 -478 (Ketamakan Laut); dan acuan kepada cerita Kazardi (ANET, hlm 477b). Beberapa pegawai Mesir bangga karena bisa berbicara bh Kanaan dan mengetahui geografisnya (ANET, hlm 477b), dan belum disebut lagi mereka yg harus mempelajari tulisan paku Babel demi tujuan-tujuan diplomatik (bnd Albright, Vocalization of the Egyptian Syllabic Orthography, 1934, hlm 13, catatan 50, danJEA,23, 1937,hlm 191, 196-202). Gambaran di ataslah yang melatar-belakangi melatarbelakangi awal kehidupan Musa. Gambaran itu tidak dapat dijadikan bukti, juga . dengan sendirinya memastikan bahwa tokoh Musa yang diceritakan dalam Alkitab mendapat pendidikan, sastra dan administrasi Mesir. Tapi acuan-acuan berikut memaksa kita mempertimbangkan dua hal. Pertama, dibesarkan dan pelatihan orang-orang asing, khususnya orang-orang Sem, di harim dan di istana, dan penugasan mereka melakukan tugas-tugas terpercaya (ump menjadi guru keluarga kerajaan) atau memangku jabatan penuh tanggungjawab yg besar (ump gubernur propinsi terbesar) menunjukkan bahwa perihal Musa dibesarkan di istana kerajaan seperti diceritakan dalam Keluaran 2:l0a,11, bukanlah sesuatu yg luar biasa, karena memang merupakan ciri khas Kerajaan Mesir Baru. Kedua, menerima bahwa Keluaran 2:10a, 11 adalah benar, yakni bahwa Musa dibesarkan di istana (hal yg lumrah dan khas di Mesir), maka harus diterima bahwa Musa diwajibkan mengikuti pendidikan intelektual seperti dikemukakan di atas meliputi tulisan, sastra dan tata administrasi Mesir. Tapi disamping itu ia bebas memakai bahasa ibunya dan tulisan aksara bangsa Sem baratlaut, sambil menghirup iklim sosial di mana cara-cara, ungkapan-ungkapan dan sastra' Asia' menjadi mode. d. Musa di Mudian dan di Sinai  Musa sangat prihatin dengan nasib saudara-saudaranya sebangsa yg kerja paksa (bnd Kisah 7:24). Ia membunuh seorang mandor Mesir yg dia lihat memukuli seorang Ibrani (Keluaran 2: 11-12). Tindakannya itu sampai kepada Firaun. Karena itu Musa lari ke arah timur menyeberangi perbatasan menuju Midian demi keselamatannya (Keluaran 2:15 dab). Lari menyeberangi perbatasan timur adalah pilihan yg ditempuh Sinuhe 600 thn sebelumnya (ANET, hlm 19) demikian juga hamba-hamba yg lari sesudahnya pada abad 13 sM (ANET, hlm 259b). Di sana Musa menolong gadis-gadis gembala putri dari seorang Midian, imam, bernama Rehuel atau Yitro. Musa memberi minum kambing domba mereka. Kemudian Musa kawin dengan seorang gadis gembala itu, yakni Zipora, yg melahirkan baginya seorang putra, Gersom (Keluaran 2: 16-22). Sementara Musa menggembalakan domba-domba Yitro - yg memberikan kepadanya pengetahuan tentang daerah Sinai dan Midian, yg di kemudian hari tak ternilai harganya baginya - Firaun silih berganti naik takhta. Tapi orang Israel terus diharuskan kerja paksa.  Allah telah mempersiapkan bentara-Nya, yg telah terlatih dalam keterampilan Mesir, dan sekarang jiwanya sudah ditempa selama bertahun-tahun hidup dalam keangkeran padang gurun sunyi (Kisah 7:29-30). Melalui mujizat semak duri yg bernyala-nyala tapi tidak habis dilalap api, Allah memanggilnya, yaitu Allah dari nenek moyangnya Abraham, Ishak dan Yakub (Keluaran 3:6), bukan Allah dari keluarganya orang Midian atau Keni, kecuali dalam arti bahwa mereka juga keturunan Abraham (bnd Kejadian 25: 1-6) sehingga mungkin masih memelihara kebaktian kepada Allah Abraham. Sesudah tertunda sejenak, Musa mematuhi panggilannya (Keluaran 3-4). Nampaknya Musa alpa menyu¬natkan salah seorang anaknya, mungkin karena pengaruh Zipora. Tapi kemudian, untuk menghindari Musa mati dibunuh oleh suruhan Allah, Zipora menyunat anaknya itu, dan menyebut suaminya 'pengantin darah' (Keluaran 4:24-26) sebab sunat bersifat mengikat bagi Musa dan bangsanya (tapi barangkali tidak bagi bangsa Zipora?). Agaknya dari tempat ini Musa melanjutkan perjalanannya sendirian, karena di kemudian hari Zipora kembali kepada Musa dari asuhan Yitro (Keluaran 18:1-6). e. Menjelang Keluaran  Setelah berjumpa dengan kakaknya, Harun, juga dengan tua-tua Israel (Keluaran 4:27-31), Musa dan Harun menghadap Firaun. Dalam Nama Allah Israel, mereka memohon supaya Firaun membebaskan orang Israel untuk beribadat kepada YHVH di padang gurun. Tapi dengan keji Firaun menghina Allah, sebagai satu lagi ilah bangsa Sem yg belum dikenal - sebab sudah demikian banyaknya hari besar agamawi yg untuk merayakannya orang Israel tidak bekerja. Jadi bagi Firaun permohonan ini hanyalah dalih untuk tidak bekerja (Keluaran 5:8, 17). Maka untuk membuat mereka kapok 'bermalas-malasan', Firaun memerintahkan mulai dari saat itu orang Israel harus mencari sendiri jerami untuk membuat batu bata dengan jumlah yg tetap sama (Keluaran 5:7-14). Gagal memenuhi kuota yg ditentukan, maka mandor Israel bersangkutan diganjar cambukan oleh pemberi tugas, dan nampaknya keadaan umat Israel menjadi lebih parah dari sebelumnya.  Peristiwa-peristiwa ini jelas dicatat dalam monumen-monumen dan naskah-naskah Mesir. Bahwa Musa bisa menghadap Firaun, bukanlah hal luar biasa, apalagi bila Firaun zaman Keluaran itu ialah Rameses II. P Montet (L 'Egypte et la Bible, 1959, hlm 71) tepat sekali menunjuk kepada Papirus Anastasi I1I, yg menerangkan bagaimana 'orang-orang muda (Pi-Rarnesse) pahlawan Kemenangan-kemenangan Akbar ... berdiri di muka pintu-pintu mereka ... waktu Wosermaetre'-Setepenre' datang (yaitu Rameses II) ... tiap orang turut mengucapkan permohonannya' (artinya, kepada raja); bndANET, hlm 471 b. Mengenai pembuatan batu bata oleh orang Israel dengan menggunakan jerami, dan mengenai pemberi tugas (pengawas, orang Mesir) beserta tongkatnya saat mengawasi pekerja-pekerja orang Sem, Libia dan pekerja-pekerja lain membuat batu bata.  Pengorganisasian pekerja dalam kelompok-kelompok kerja yg dipimpin oleh seorang mandor yg bertanggung jawab kepada pemberi tugas adalah asli dan lumrah. Mengenai bolos kerja, tembikar-tembikar Mesir memuat catatan kerja, mencakup catatan harian yg bolos, nama-nama yg bolos dan alasan-alasannya. Sebuah tembikar mencatat bahwa pembuat makam raja istirahat 30 hari dari satu kurun waktu kerja yg lamanya 48 hari. Suatu daftar bolos mencatat beberapa pekerja yg 'membawa korban persembahan kepada allahnya' (A Erman, Life in Ancient Egypt, 1894, hlm 1, 124-125), dan catatan pendek wsf, 'berpangku tangan', tidaklah jarang dalam catatan-catatan harian seperti itu. Bahwa orang Ibrani hendak pergi tiga hari perjalanan ke padang gurun untuk beribadat dan tidak menimbulkan pertentangan agama dengan pihak Mesir (Keluaran 8:26-27; 10:9, 25-26) sekali lagi sungguh-sungguh cocok dengan keadaan, seperti diterangkan oleh Montet, dengan keterangan tentang binatang-binatang suci, terutama pendewaan lembu jantan di propinsi-propinsi Delta di Mesir.  Sesudah Firaun menolak, hati Musa diteguhkan oleh Allah. Allah telah memberikan janji-Nya kepada nenek moyang mereka, dan akan menggenapinya kepada keturunannya, yakni membawa mereka keluar dari Mesir ke Palestina (Keluaran 6:2-9). Perlu kita perhatikan bahwa Keluaran 6:3 tidak menyangkal pengetahuan akan nama YHVH pada nenek moyang mereka, walaupun mungkin disangkal pengertian yg sungguh akan makna Nama itu: mengenai hal ini lihat W.J Martin, Stylistic Criteria and the Analysis of the Pentateuch, 1955, hlm 16-19, dan J.A Motyer, The Revelation of the Divine Name, 1959, hlm 11-17. Karya Allah menyelamatkan umat-Nya akan dilakukan melalui hukuman-hukuman berat atas tanah Mesir, rajanya, allah-allahnya dan bangsanya. Mengenai tulah yg berturut-turut, yg membuktikan kekuasaan Allah Israel dalam hukuman-Nya atas Firaun, dan memaksa raja itu membiarkan Israel pergi (Keluaran 7:14-12:26).  Pada malam tulah terakhir, yaitu pembunuhan anak sulung, keluarga-keluarga Israel harus memotong seekor domba yg tak bercacat, dan menandai ambang atas dan tiang pintu rumah mereka dengan darah domba itu, sehingga Allah tidak menjerumuskan juga anak sulung mereka: korban Paskah bagi YHVH (Keluaran 12:27). B Couroyer (RB 62, 1955, hlm 481-496) mengemukakan bahwa bahasa Ibrani פסח – PESAKH (pe-semekh-khet) diturunkan dari kata Mesir p(')-sh, artinya 'pukulan, hantaman' (yaitu dari pihak Allah). Tapi arti ini tidak cocok dengan semua bukti Ibrani, maka masih tetap diragukan. f. Dari Sukat sampai ke Sinai  Mengenai hari Keluaran, juga J.J Bimson, Redating the Exodus and Conqt:test, 1978; tentang perjalanan dari Ramses dan Sukot, yaitu keluar dari Mesir,; tentang perjalanan di Sinai. Tatkala Israel berkemah dekat yam suf, 'laut teberau', Firaun dan tentaranya menyangka orang Israel sudah terperangkap oleh kendala-kendala alami, maka ia memimpin pasukan kereta perang andalannya untuk menyergap mereka (Keluaran 14:1-9). Mengenai bilangan 600 kereta (Keluaran 14:7), bnd bilangan 730 dan 1.092 (yaitu 60 + 1.032). kereta perang Siria yg ditawan dalam dua pertempuran di Ka!laan oleh Amenofis II (ANET, hlm 246-247); mengenal peranan kereta perang dalam tentara Mesir, bnd R.O Faulkner, JEA 39, 1953, hlm 43. Tapi Allah membelah air laut terbagi dua, memimpin umat-Nya kepada keselamatan, kemudian menumpahkan air itu menenggelamkan tentara Mesir. Lalu Musa dan seluruh umat Israel menyanyikan kemenangan yg diberikan Allah (Keluaran 15), dipimpin oleh Miryam dan kaum perempuan. Dalam tiga bulan berikutnya Israel belajar hidup dari manna (Keluaran 16), mengalahkan orang Amalek (Keluaran 17), berjumpa kembali dengan yang mengembalikan Zipora kepada Musa, dan sampai di Sinai (Keluaran 19;1). Mengenai perjalanan hingga sejauh itu dan sesudah meninggalkan Sinai, dan mengenai bilangan-bilangan bangsa Israel.  Umat Israel berkemah di kaki G Sinai, dan Musa naik ke puncak gunung menemui Allah dan menerima syarat-syarat perjanjian (yaitu 'Sepuluh Firman' yg tertulis dalam Kel 20), yg menjadi asas peranan Israel di kemudian han sebagai umat Allah (dan Dia menjadi Raja Agung mereka), dan demikian juga sejumlah peraturan yg berkaitan dengan penerapan 'Sepuluh Firman' itu dalam hidup sehari-hari (Keluaran 21-23). Kemudian diadakan upacara dan pesta khidmat untuk memeteraikan perjanjian Allah dengan umat-Nya (Keluaran 24). Sesudah itu kembalilah Musa ke puncak gunung itu dan tinggal di sana selama 40 hari 40 malam (Keluaran 24: 12-18) untuk menerima (kedua) loh batu tempat 'Sepuluh Firman' dituliskan, yaitu bukti Israel memiliki perjanjian itu. Dan Allah menyuruh Musa mengumpulkan bahan-bahan dari umat Israel untuk membuat suatu tempat suci yg dapat dibawa-bawa, yaitu Kemah Suci, alat-alatnya, dan tabut perjanjian, semua menurut pola yg digambarkan Allah kepadanya (Keluaran 25-31).  Sesudah umat itu jatuh menyembah berhala anak lembu emas, dan pemulihan perjanjian yg begitu segera dilanggar, maka sambil mengukuhkan kembali hukum-hukum terkait (Keluaran 32-35:3) dibuatlah Kemah SUCI, tabut perjanjian dan semua peralatannya, dan ditahbiskan untuk dipakai dalam ibadah kepada Allah (Keluaran 35:4-40:33). Perincian ibadah itu diuraikan dalam Kitab Imamat, Seni teknik yg dipedomani membuat Kemah Suci yg dapat dibawa-bawa itu (kerangkanya yg terdiri dari batang-batang kayu dan papan-papan dibaut, dilapisi dgn emas, mudah. dibongkar-pasang, dan ditutupi dgn tenda-tenda, menyingkapkan pendidikan Musa di Mesir, seberapa Jauh teknik pertukangan seperti itu sudah dipraktikkan di sana untuk membuat barang-barang yg dapat diangkut (alat-alat untuk upacara keagamaan ataupun yg lain), lebih 1.000 thn sebelum zaman Musa (bnd Kitchen, Tyndale House Bulletin, 5/6, 1960, hlm 7-13).  Namun demikian sifat representatif dan didaktik persembahan-persembahan yg dipersembahkan di Kemah Suci sangat bertentangan dengan upacara-upacara Mesir. Korban-korban persembahan Israel menggunakan bahasa-gambar untuk menunjukkan betapa menjijikkan dosa di hadapan Allah, dan betapa perlunya pendamaian untuk menghapuskannya. Korban-korban persembahan itu bukanlah melulu tindakan gaib berupa suatu kegiatan harian untuk pengadaan pangan supaya sang ilah dapat hidup subur, seperti tersirat dalam upacara-upacara Mesir.  Di Sinai diadakan sensus, ditentukan cara Israel berkemah dan tertib berjalan. Kepada orang Lewi dipercayakan aturan pemeliharaan Kemah Suci dengan segala isinya (Bilangan 1-4) antara lain pada malam keberangkatan dan Sinai (Bilangan 5:1-10:10). Tempat suku-suku Israel diatur mengelilingi Kemah Suci menurut panji-panji mereka dalam bentuk persegi empat yg di tengah-tengahnya kosong, dan hal ini bisa menjadi pertanda bahwa Allah menggunakan pendi: dikan Musa di Mesir (bnd Kitchen, buku tsb, hlm 11). Nafin perak yg panjang dan yg gunanya mengh.impun umat Israel untuk urusan sipil, militer dan agama (Bilangan 10: 1-10),. adalah sama dengan nafiri yg digunakan oleh orang Mesir pada zaman itu untuk maksud yg sama (bnd Hickmann, La Trompette dans I'Egypte Ancienne, 1946, terutama hlm 46-50); nafiri perak ditemukan dalam kuburan Tutankhamun (kr thn 1350 sM). Keenam kereta lembu untuk pengangkutan Kemah Suci memang adalah angkutan utama zaman itu. Kereta-kereta lembu biasa dipakai dalam pertempuran di Siria oleh para Firaun, sejak Tutmosis III (± thn 1470 sM) dan seterusnya (ANET, hlm 240a, 'kereta perang'), ump oleh Rameses II, ± thn 1270 sM, di Kadesy (C Kuentz, La Bataille de Qadech, 1928/1934, gbr 39, kiri pusat pusat) kereta-kereta Musa yg ditarik oleh (dua) lembu di Sinai, dengan sepuluh kereta (bh Mesir, 'grt dari bh Ibrani עגלה - 'AGALAH, Bilangan 7:3, 6-7), yg masing-masing ditarik oleh 6 pasang lembu, yg mengangkut persediaan untuk 8.000 orang penggali batu yg dikerahkan oleh raja Remeses IV (kr th.n 1160 sM) di lembah Nil dan mengangkutnya ke gurun pasir Wadi Hamarnat antara S Nil dan Laut Merah, yg keadaannya mirip sekali dengan Sinai (ARE 4, § 467). g. Dari G Sinai ke S Yordan  Tahun kedua sesudah keluar dari Mesir (Bilangan 10: 11), Israel meninggalkan Sinai dan sampai di Kadesy-Barnea di daerah Paran, tidak jauh dari tanah yg dijanjikan, Kanaan. Pada waktu itu Miryam dan Harun mengkritik Musa karena menikah dengan perempuan Kusy (Bilangan 12:1). Dari daerah Kadesy tentu Israel lebih suka terus memasuki Kanaan, maka Musa mengutus penyelidik ke Kanaan. Negeri itu baik sekali, tapi penduduknya sangat kuat (Bilangan 13: 17-33).  Mendengar berita ini, umat Israel yg tak setia memberontak terhadap Musa dan Harun, memutuskan kembali ke Mesir, dan mereka pasti telah melempari kedua pemimpinnya itu dengan batu seandainya Allah tidak campur tangan. Di tengah-tengah semua kemelut itu dengan kelapangan hati yg luhur, Musa masih memohonkan pengasihan bagi Israel di hadapan Allah, kiranya Allah melindungi Israel demi nama-Nya yg kudus, bukan membinasakan mereka dengan hukuman (Bilangan 14:5-19). Karena doa syafaat Musa ini, Yahweh mengganti hukuman kemusnahan dengan mengharuskan Israel mengembara selama 40 thn di padang gurun, sampai seluruh umat dewasa yg memberontak itu mati dan diganti oleh generasi baru (Bilangan 14:20-35). Mudah sekali terlupakan, bahwa sebelum peristiwa tragis ini, orang Israel setelah meninggalkan Mesir via Sinai - berharap tidak berapa tahun kemudian akan dapat langsung memasuki tanah yg dijanjikan; mengembara selama 40 thn di padang gurun adalah murni hukuman yg diperingan (Bilangan 14: 12,20-30), bukan merupakan bagian dari rencana 'awal dan yg terbaik' bagi Israel seperti telah direncanakan Allah. Hal ini akan teringat bila membaca hukum-hukum dalam Keluaran 22-23, berkaitan dengan pertanian, kebun anggur, dll. Umat Israel yg berkumpul di Sinai itu adalah keturunan dari generasi Israel yg sudah tinggal 4 abad di Mesir, di tengah-tengah lingkungan bangsa penggembala dan petani (bnd Ulangan 11: 10). Baik mereka maupun nenek moyang mereka tidak pernah hidup sebagai pengembara asli yg menghuni padang gurun (bnd Kejadian 26: 12 dan 37:6-8), dan di Sinai sangat mungkin mereka menganggap sudah dekat sekali ke Kanaan, dimana hukum pola hidup lama dapat dipraktikkan dengan segera. Umat Israel tidak harus menduduki dulu tanah Kanaan, sebelum hukum-hukum seperti itu dapat diberikan, demikian sering diungkapkan oleh ahli kritikus (bnd Kitchen, buku tsb, hlm 13-14). Masa pengembaraan yg begitu lama dan menyeramkan ditandai dengan kesukaran-kesukaran yg menyusul; pemberontakan ganda yg dilakukan Korah terhadap peranan Musa dan Harun dalam jemaat (Bilangan 16:3), pemberontakan Datan dan Abiram terhadap kekuasaan sipil Musa dan Harun (Bilangan 16:13). Pemberontakan ganda ini disusuli ancaman pemberontakan umum. Lagi-lagi Musa dan Harun memohon pengasihan bagi umat itu, kendati banyak yg sudah terbunuh karena tulah, sebagai hukuman yg ditimpakan Allah (Bilangan 16:41-50). Kembali ke Kadesy-Barnea, di mana Miryam meninggal, Musa dan Harun terang-terangan melakukan dosa di hadapan Allah; Allah menjanjikan air akan keluar dari gunung batu, tapi Musa dan Harun secara menghina menempatkan diri mereka di tempat Allah, 'Hai orang-orang durhaka, apakah kami (bukan Allah) harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?' (Bilangan 20: 10). Hukuman mereka ialah, mereka berdua tidak boleh masuk ke tanah yg dijanjikan, dan di kemudian hari Musa merasa hukuman ini sangat berat (Ulangan 3:24-27). Orang Edom (Bilangan 20: 14-21; juga orang Moab, bnd Hakim 11: 17) menolak Israel melewati wilayah mereka, sehingga Israel harus mengelilingi perbatasan kedua negeri itu. Pada waktu inilah Harun meninggal dan dikuburkan di G Hor (Bilangan 20:22-29). Tapi Israel kembali memberontak, dan Allah menghukum mereka dengan tulah ular tedung. Sekali lagi Musa mensyafaati mereka. Allah menyuruh Musa membuat ular tembaga menyerupai ular tedung, meletakkannya pada sebatang tiang dan menancapkannya di tanah (Bilangan 21 :4-9). Siapa dipagut ular memandang kepada ular tembaga itu akan hidup, karena iman kepada Sang Penyembuh itu. Begitu melewati daerah Edom dan Moab, umat Israel menghadapi Sihon, raja orang Amori. Orang Israel mohon izin untuk lewat. Tapi Sihon tidak hanya menolak, bahkan bangkit - walau tanpa penentangan pihak Israel - menyerang Israel. Akhirnya Allah menyerahkan dia dan tanahnya ke tangan Israel; demikian juga raja ag dari Basan, yg bersifat bermusuhan, mengalami nasib yg sama (Bilangan 21 :21-35).  Akhirnya umat Israel berkemah di dataran Moab dekat Yordan yg berseberangan dengan Yerikho (Bilangan 22:1; 25:1). Di sini orang Israel bergumul melawan ancaman penyembahan berhala dan percabulan dari bangsa Moab dan Midian. Sensus kedua dilaksanakan, dan mulailah dipersiapkan pembagian tanah yg dijanjikan. Israel berperang menghajar dan menghukum orang Midian. Suku Ruben, Gad dan setengah suku Manasye diizinkan mendiami Trans-yordan sebagai bagian mereka, dengan syarat supaya mereka menolong saudara-saudaranya di seberang Yordan sesudah Musa mati. Kitab Ulangan menceritakan kata perpisahan Musa kepada umatnya, dengan menekankan kembali memperbaiki dan memperluas beberapa peraturan yg diberikan Allah di Sinai beberapa tahun sebelumnya. Di atas semuanya diperba¬harui lagi perjanjian Allah dengan Israel, yaitu sumber dari semua peraturan sebagai persyaratan pertama, dan perjanjian itu disertai janji berkat atau kutuk. Hal itu biasa dan diketahui secara luas pada abad 14-13 sM (seperti terlihat dari perjanjian atau persetujuan pada arsip kerajaan Het zaman itu, bnd G.E Mendenhall, BA 17, 1954, hlm 53-60). Akhirnya Musa bekerja supaya Israel mempunyai hukum perjanjian itu dalam bentuk tertulis, yg ditempatkan dengan tepat di dalam tabut perjanjian (Ulangan 31 :24), lalu meninggalkan sebuah nyanyian untuk mengukirkan dalam hati mereka ketaatan kepada hukum itu (Ulangan 32, terutama ay 44-47), dan mengucapkan kepada mereka berkat-berkatnya sebelum ia mati (Ulangan 33). Kemudian ia mendaki G Nebo untuk menatap negeri yg tidak boleh dimasukinya, dan YHVH menentukan peristirahatannya yg terakhir di negeri Moab (Ulangan 32:48-52; 34:1-8).

No comments:

Post a Comment