28.2.09

TOKOH2 ALKITAB : MUSA ( 4 )

IV. MUSA DAN PENTATEUKH Seorang Kristen yang berupaya berpegangan pada pimpinan Kristus dalam penyelidikannya tentang Perjanjian Lama, tidak terikat pada tradisi tentang penulis sebuah kitab. Bahkan diperingatkan jangan memandang tradisi manusia setaraf dengan firman Allah (Markus 7:13), tetapi ia terikat pada segala sesuatu yang dengan tegas diajarkan dalam Perjanjian Lama, karena "bagi Kristus Perjanjian Lama adalah benar, berwibawa dan diilhamkan. Bagi Dia, Allah dari Perjanjian Lama adalah Allah yang hidup, dan ajaran Perjanjian Lama adalah ajaran dari Allah yang hidup. Bagi Dia, apa yang dikatakan Alkitab adalah dikatakan oleh Allah." (Our Lord's View of the Old Testament, J.W. Wenham). Mungkin kelihatannya seorang ahli sejarah yang mau menyelidiki Alkitab, dengan percaya bahwa ungkapan-ungkapan Alkitab semuanya benar, adalah penuh dengan prasangka sehingga kesimpulan-kesimpulannya tidak bernilai. Sebab seringkali dikatakan, bahwa seorang, yang benar-benar ahli, haruslah orang yang pikirannya terbuka. Tetapi pemikiran yang kedengarannya baik ini sebenarnya menyembunyikan suatu kekeliruan. Sebab teranglah, bahwa tidak ada orang yang dapat menjalankan penyelidikan ilmiah kalau pikirannya belum pernah dilengkapi dengan banyak bahan dan gagasan-gagasan. Sama seperti tidak ada orang yang patut untuk mengerjakan penelitian ilmiah kalau ia belum menguasai bahan dan asas dari bidangnya dalam ilmu pengetahuan. Kecakapan orang untuk mengadakan penyelidikan yang berhasil tergantung pada pengertiannya tentang asas-asas yang menjadi dasar dari yang diselidiki. Pikiran yang terbuka tentang hukum-hukum yang sudah dirumuskan dengan teliti bagi seorang ahli fisika tidak ada gunanya. Penguasaan yang baik tentang yang diketahui adalah kunci bagi penyelidikan tentang yang tidak diketahui. Ini memang tidak berarti, bahwa hukum-hukum tertentu tidak dapat dirumuskan lebih tepat atau lebih memuaskan; hal ini memang merupakan suatu bagian dari tugas penyelidikan. Tetapi tiap ahli harus membangun atas dasar yang sudah diketahui, kalau tidak, ia tidak dapat maju ke dalam yang belum diketahui. Kepercayaan bahwa Yesus adalah Guru yang dapat dipercaya, datang dari kesaksian Allah sendiri di dalam hati. Kesaksian ini menyebabkan orang percaya mempercayai firman Allahnya, "Langit dan bumi akan berlalu tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu" (Markus 13:31). "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu" (Matius 7:24). Jadi ia cenderung menerima pandangan Kristus tentang Perjanjian Lama, ia percaya, bahwa ini merupakan kunci untuk mengerti Perjanjian Lama. Dia ia tidak dikecewakan. Teori yang paling berpengaruh dalam kritik terhadap Pentateukh menghubungkan dua aliran -- yaitu teori dokumen dan teori perkembangan. Kedua-duanya berdasarkan anggapan, bahwa dalam Perjanjian Lama ada pertentangan-pertentangan yang besar. Teori ini telah diserang dengan keras. Banyak dari yang dianggap bertentangan adalah terang bukan pertentangan, dan semua yang dianggap demikian masih perlu dipersoalkan. Pintu terbuka lebar-lebar bagi mereka yang percaya, bahwa ini Perjanjian Lama, asal dimengerti dengan baik, merupakan kesatuan yang serasi dan organik. Kalau kepercayaan ini tepat -- jadi berdasarkan asas teologi yang sehat -- maka tidak usahlah jawaban-jawaban disembunyikan. Asas ini akan membantu untuk mendapatkan jawaban-jawaban bagi kesukaran yang belum dipecahkan. Asas ini seharusnya memberikan kesabaran besar dan kejujuran yang sungguh-sungguh dalam memikirkan soal yang berat. Dan asas ini seharusnya memberikan kerelaan untuk membiarkan tidak terpecahkan suatu soal yang memang tidak terpecahkan. Karena sama sekali tidak merendahkan orang kalau ia mengakui bahwa ia tidak mengetahui segala sesuatu. Lagi pula pasti kebenaran Allah tidak dapat dibantu dengan alasan yang tidak jujur. Karena itu, Kristus memerintahkan kita untuk mendekati persoalan kita dengan berpegangan pada kebenaran Alkitab, tetapi pikiran kita harus terbuka lebar bagi segala kemungkinan yang tidak bertentangan dengan ungkapan-ungkapan yang telah diilhamkan oleh Roh. Dalam kita berusaha untuk merumuskan dengan lebih teliti ajaran Alkitab tentang Kitab Suci, kita memperhatikan dua hal. Pertama, tujuan segala Kitab Suci yang diilhamkan oleh Allah, adalah untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian setiap orang kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik (2 Timotius 3:16-17). Jadi hal-hal yang jelimet, yang berhubungan dengan keadaan dan waktu peristiwa-peristiwa dalam Alkitab, tidak penting pada dirinya, hanya penting karena peranannya dalam karya untuk menyatakan jalan-jalan Allah dengan manusia. Karena itu hal-hal yang tidak terang dalam Alkitab belum pernah menjadi penghalang bagi orang untuk mengetahui kehendak Allah, asal ia mau mengetahui yang benar. Pokok ajaran Alkitab selalu tetap terang, juga bagi orang kendati hanya mempunyai naskah dan terjemahan yang jelek. Perbedaan-perbedaan kecil dalam naskah dan kadang-kadang juga dalam maksud terjemahan-terjemahan diketahui juga pada zaman Perjanjian Baru, tapi itu semua tidak mengakibatkan keragu-ragian akan ke-bisa-annya dipercaya dalam Alkitab. Kedua, rumusan, bahwa Alkitab "diilhamkan Allah" menunjukkan bahwa dasar yang tepat bagi pembicaraan yang mendalam dan ilmiah adalah Alkitab seperti mula-mula diberikan. Saat pengilhaman adalah saat Allah berfirman, waktu Allah mengilhamkanfirman yang harus ditulis. Ini berarti dua hal: pertama, bahwa naskah yang terbaik adalah yang paling dekat dengan naskah asli (Tugas kritik naskah adalah untuk menentukan antara perbedaan-perbedaan kecil yang manakah yang mungkin cocok dengan yang asli). Kedua, naskah dalam bahasa asli harus dihargai lebih tinggi daripada terjemahan-terjemahan. Memang suatu terjemahan, baik kuno atau baru, mungkin berfaedah untuk menunjuk suatu segi yang istimewa dalam naskah asli, dan seorang penafsir yang baru (seperti penulis-penulis Perjanjian Baru) dapat mengutip dari suatu terjemahan tanpa menentang kewibawaan dari naskah asli. Hal di atas memberikan tiga asas dalam meninjau soal tentang siapa penulis Pentateukh itu. 1. Kita tidak diikat oleh tradisi.  2. Kita diikat oleh naskah Alkitab seperti diberikan sebagai asli.  3. Kita sadar tentang adanya kerusakan-kerusakan waktu naskah diteruskan, tetapi tidak merusak pernyataan Pentateukh sendiri, tetapi yang harus diperhitungkan dalam menilai bukti-bukti yang rinci tentang persoalan penulis. Pentateukh baik sebagai satu buku maupun sebagai lima buku sebenarnya anonim. Ada bagian-bagian yang dikatakan ditulis oleh Musa pada asalnya (Keluaran 17:14, 24:4, 34:28; Bilangan 33:2; Ulangan 31:9, 22, 24), tetapi tidak ada tertulis bahwa Musa adalah penulis sebuah buku yang lengkap. Ada tradisi Yahudi purba yang ekstrim dan ada yang agak moderat. Yang ekstrim -- bahkan Yosefus dan Plato membelanya -- mengatakan, bahwa Musa telah menulis segenap Pentateukh, juga nubuat tentang wafatnya sendiri dan tentang peristiwa-peristiwa segera sesudahnya. Yang lebih moderat -- disebut dalam Talmud -- mengatakan, bahwa Musa telah menulis segala sesuatu kecuali bagian yang mengakhiri Ulangan, yang ditulis oleh Yosua. Tetapi dalam peninjauan ini, kita tidak terikat pada tradisi Yahudi purba ini. Memang kecuali penutupnya masih ada unsur-unsur lain yang dari zaman sesudah Musa dalam Pentateukh. Dalam hal ini, Ulangan agak lain dari kitab-kitab yang lain. Dalam Kejadian sampai Bilangan, terang sekali hanya seedikit saja yang dengan meyakinkan dapat dikatakan berasal dari zaman sesudah Musa. Dan lebih sedikit lagi yang dapat dibuktikan asalnya dari zaman sesudah Musa; tetapi cukup untuk menunjukkan, bahwa pemecahan yang lazim dari orang Yahudi adalah agak terlalu mudah. Dalam Kejadian 14:14 disebut-sebut kota Dan, menurut nama orang-orang Dan, yang kemudian menaklukkannya (Yosua 19:47; Hakim-hakim 18:29). Dalam Kejadian 36:31 dan ayat-ayat berikutnya tertulis daftar raja-raja orang Edom "yang memerintah di tanah Edom, sebelum ada seorang raja memerintah atas orang Israel". Keluaran 16:35, "orang Israel makan manna 40 tahun lamanya, sampai mereka tiba di tanah yang didiami orang; mereka makan manna sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan", kalimat ini mungkin ditambahkan kepada cerita tentang perjalanan-perjalanan yang pertama dari Musa, dekat sebelum wafatnya, tetapi lebih mungkin kalau kalimat ini merupakan suatu keterangan dari penyusunan. Dan juga kata-kata yang terkenal itu, "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi" (Bilangan 12:3). Memang dapat dikatakan, bahwa ungkapan ini tanpa disadari keluar dari seorang yang sangat rendah hati. Tetapi kebanyakan orang menganggapnya seperti dari penyusun. Mungkin sekali hal yang sama dapat dikatakan tentang Keluaran 11:3, "Musa adalah seorang yang sangat terpandang di tanah Mesir."' Persoalan jumlah-jumlah yang sangat besar menimbulkan pertanyaan juga, tetapi ini mengenai penyalinan naskah, tidak mengenai soal tentang penulis. Dikatakan bahwa jumlah-jumlah dalam penghitungan suku dalam Bilangan 1 dan 26 adalah kekeliruan, yaitu bahwa dijadikan satu jumlah 'ALÛPÎM (tentara dengan senjata lengkap) dan jumlah ME'ÔT (pasukan-pasukan tempur terdiri dari ± 100 orang). Kata pertama diucapkan 'ALAPÎM (beribu-ribu) dengan keliru, dan ditambahkan kepada jumlah terakhir (yaitu 12 sampai 27 ratusan tergantung pada suku yang berbeda-beda, yaitu satu 'ELEP dua ME'ÔT dan dua 'ALAPÎM tujuh ME'ÔT), sehingga jumlah yang sekarang menjadi tertulis. Dalam penghitungan ini, tentara perang Israel akan berjumlah ± 18.000 orang dan semua orang yang menuju Kanaan ± 72.000. Daftar-daftar sensus dan beberapa persoalan tentang jumlah memang memandai suatu waktu ketika para pembaca tidak mengerti tulisan itu kuno, dan banyak usaha telah dilakukan untuk memperbaiki keadaan itu. Tetapi usaha-usaha itu, yang dilakukan lama sesudah Musa meninggal, tidak dapat dijadakan bukti, bahwa naskah asli adalah dari zaman sesudah Musa. Ada orang-orang yang berpandangan konservatif yang berpikir, bahwa mereka dapat menunjukkan bagian-bagian lain yang dari zaman sesudah Musa, seperti Bilangan 21:41, dan seterusnya; 32:34 dan seterusnya. Memang ada kemungkinan semua ini dari zaman sesudah Musa, tetapi terlalu tidak pasti untuk menjadi patokan dalam mencari waktu hidup si penulis. Hanya kalau waktu yang sesudah zaman Musa itu sudah dipastikan sebagai waktu penghimpunan bilangan itu atas dasar yang lain, barulah ayat-ayat ini dapat dikatakan ditulis sesudah zaman Musa. Dari uraian di atas menjadi terang, bahwa dalam Kejadian sampai Ulangan tidak cukup bahan yang dari waktu kemudian untuk menentukan, bahwa si penulis hidup sesudah Musa. Dokumen-dokumen ini merupakan laporan-laporan nasional dan TÔRÂH buat pelajaran agama, jadi dapat diharapkan, bahwa dalam waktu 1.000 tahun ada nama purba yang diberi bentuk baru, ada daftar silsilah yang dipermodern, ada catatan yang memberi sedikit keterangan atau ada usaha untuk memecahkan kesukaran-kesukaran dalam naskah. Aalders mengatakan, berdasarkan Kejadian 36:31, bahwa waktu perbaikan yang terakhir dari Pentateukh pasti pada zaman monarki. Dan berdasarkan Hakim-hakim 1:16 (penulisnya pasti sebelum pendudukan Yerusalem, lihat Hakim-hakim 1:21) waktu tadi tidak lebih kemudian dari tahun ketujuh dari pemerintahan Daud. Ia sangat berhati-hati dalam mengatakan berapa besar peranan Musa dan berapa pesar peranan penghimpun kemudian. Tetapi agaknya ia cenderung kepada pandangan, bahwa para penghimpunan mempunyai peranan yang diilhamkan oleh Tuhan dan kreatif, dan bahwa tambahan-tambahan yang mereka berikan bukan hanya catatan-catatan untuk menerangkan saja. Tapi dengan jujur harus diakui, betapa sedikitnya unsur-unsur yang dapat dibuktikan sebagai dari zaman sesudah Musa. Karena itu tidak bijak sekali untuk mengambil kesimpulan yang penting tentang sejarah, berdasarkan itu. Tapi kalau kita meninjau Ulangan, maka halnya agak berbeda. Di situ dengan tegas dikatakan, bahwa segenap bahannya ditulis oleh Musa. "Ketika Musa selesai menuliskan perkataan hukum Taurat itu dalam sebuah kitab sampai perkataan yang penghabisan" (Ulangan 31:24), ia menyerahkannya kepada orang Lewi yang harus menyimpannya di sisi tabut perjanjian. Suruhan yang ditulis dengan kata aku dan kami tetap berbentuk perintah. Tapi Ulangan yang kita punyai sekarang pasti disusun sesudah zaman Musa. Hal ini terang dalam pasal-pasal penutup dan mungkin dalam pendahuluannya (Ulangan 1:1-5), juga dalam beberapa catatan dan kata-kata yang menerangkan (Ulangan 2:10, 20-23; 3:9, 11; 4:45-49). Memang menarik sekali untuk menganggap, bahwa semua atau hampir semua ayat di mana Musa disebut dengan dia adalah dari orang lain yang menceritakan, meskipun sama sekali tidak jarang seorang menulis tentang dirinya sendiri dan menyebut diri sendiridia. Penulis ini menulis seakan-akan ia menyaksikan sendiri peristiwa yang terjadi. Dalam tulisannya tidak ada yang dapat dikatakan ditulis lama sesudah Musa meninggal. Tapi penulis ini tidak mungkin Yosua, meskipun tradisi Talmud mengatakan begitu, karena Yosua tidak mungkin mengatakan dirinya sendiri "penuh dengan roh kebijaksanaan" (Ulangan 34:9). Kalau kita dengan jujur menghormati ungkapan-ungkapan yang tegas dalam Perjanjian Lama, kita dapat memilih antara dua hal. Kita dapat menempatkan bahan-bahan tulisan dari zaman Musa atau zaman sebelumnya pada zaman monarki. Kita dapat menerima Pentateukh dalam bentuknya sekarang, kecuali kesukaran-kesukaran tentang jumlah-jumlah sebagai karya tanpa nama pada zaman Saul atau Daud. Sebagai alternatifnya, kita dapat menganggap Kejadian sampai Bilangan sebagai buah karya Musa, yang telah mengalami sedikit perubahan-perubahan kecil selama penyalinannya. Kita dapat menganggap Ulangan sebagai kata-kata perpisahan yang ditulis oleh Musa, tapi diedit oleh seorang yang menceritakannya beberapa waktu kemudian, yaitu pada zaman kepemimpinan Yosua. Ada baiknya cenderung membela pandangan terakhir. Dasarnya ialah, bahwa kalau kita menerimanya, maka kedua hal, yaitu sifat-sifatnya yang sangat tinggi dan apa yang dapat dianggap kekurangan-kekurangannya, dapat menjadi terang. Makna sejarah dunia hilang kalau Musa tidak diakui, bukan hanya sebagai tokoh sejarah tetapi sebagai salah seorang yang paling besar dari segala waktu. Dengan pasti dapat dikatakan, bahwa timbulnya monoteisme etis bangsa Yahudi merupakan pengaruh yang paling besar dalam segenap sejarah manusia. Dari Yudaisme lahirlah agama Kristen dan agama Islam, dan ilmu-ilmu pengetahuan (secara tidak langsung) dan (secara salah) komunisme. Pengaruh yang besar ini pastilah lahir dari pribadi yang besar juga. Pastilah pribadi ini seorang jenius, dan mungkin Musalah jenius yang paling besar dari segala zaman. Memang benar juga, bahwa semua kitab sejarah yang lain dalam Alkitab adalah kitab-kitab yang bernilai tinggi, dan bahwa kita tidak memiliki pengatuhuan yang pasti tentang penulis-penulisnya, tetapi Pentateukh -- dan teristimewa Kejadian -- tidak ada taranya. Dengan cara yang polos dan sederhana di sini diletakkan dasar bagi segenap tradisi Yahudi-Kristen. Seperti dikatakan oleh F.D. Kidner, "Kalau arsitek utamanya bukan Musa, pastilah arsiteknya orang yang sebesar Musa juga" (Genesis, Tyndale Old Testament Commentary, 1967, halaman 16). Tetapi di manakah orang sekaliber Musa dapat ditemukan? Musa tidak hanya memiliki bakat-bakat yang besar, tetapi ia juga "yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka" (Ulangan 34:10). Karena ia hidup di perbatasan antara kebudayaan Mesir yang tinggi dan kepercayaan Israel yang amat sederhana tapi dalam itu, maka ia memiliki kemungkinan-kemungkinan yang tidak dipunyai orang lain. Di tengah-tengah kedahsyatan penderitaan di Mesir, ia memikirkan dengan mendalam tradisi campuran yang dalam bentuk kesusasteraan atau lisan, berperan kuat pada bangsa Israel. Ia memiliki kecakapan untuk membedakan hal-hal yang benar dan yang salah dan hal-hal yang tepat dan yang tidak tepat. Dan pada akhirnya dalam pikirannya timbullah gagasan yang terang-benderang tentang Dia, Allah yang hidup, yang telah memilih Israel untuk menjadi umat pilihan-Nya. Kejadian merupakan inti dari agama yang diajarkan Musa dan juga merupakan dasar dari agama dari segenap Alkitab. Bahwa Musa adalah penulisnya tidak hanya diterangkan oleh isinya, tetapi juga oleh gaya bahasanya. Dalam karangannya yang mendalam The Glosses in the Book of Genesis and the J.E. Theory (Expository Times, 67, 1956, halaman 333), M.S. Seale mengatakan bahwa selama ia menerjemahkan Kejadian ke dalam bahasa Arab, tiap hari ia ditakjubkan oleh banyaknya pemakaian kata searti dan catatan. Kenapa? "Hanya karena hal itu perlu. Ia menulis bagi suatu bangsa tetapi juga bagi rakyat campuran (Keluaran 12:38 dan Bilangan 11:4); tetapi bangsa-bangsa itu sendiri adalah campuran: mereka Badui asalnya, rumah mereka di Tanah Aram, mereka dididik di tanah Mesir, dan berhubungan dengan orang-orang Kanaan. Keterangan dan penjelasan dan pemakaian banyak kata dari bahasa Arab, Akadia, Aram, dan Mesir, adalah mutlak perlu bagi bangsa yang demikian itu." Kejadian adalah satu kesatuan yang dengan singkat menceritakan pernyataan Allah yang diberikan sebelum zaman Musa. Imamat, yang merupakan buku pegangan bagi pada imam, adalah juga satu kesatuan. Ulangan, hukum kedua juga suatu kesatuan. Tetapi Keluaran dan Bilangan sebaliknya, kelihatannya bukan karya penyusun yang rapi. Kitab-kitab ini kumpulan dari campuran undang-undang dan sejarah, jadi kelihatannya tidak direncanakan sebagai kesatuan. Lebih mudah untuk menganggap isi kitab-kitab ini sebagai catatan-catatan dari kenang-kenangan Musa yang mula-mula tidak tersusun, yang generasi kemudian tidak berani mengubahnya, daripada memandangnya sebagai kitab-kitab yang tersusun baik dari zaman monarki. Kita dapat memikirkan, bahwa segala dokumen diserahkan kepada Imam Besar untuk dipelihara, bersama-sama dengan hukum Taurat dari Ulangan, yang harus dibacakan kepada orang-orang Israel yang berkumpul sekali tiap tujuh tahun (Ulangan 31:9 dan ayat-ayat berikutnya). Mungkin, seperti dikatakan oleh G.T. Manley (The Book of the Law, 1957, halaman 162), Imam Besar Eleazar sendiri yang telah menyiapkan Ulangan bagi pembacaan untuk umum. Uraian-uraian Musa tidak dapat dibaca dalam kata aku kalau tidak diterangkan. Dan dengan sendirinya pemimpin tua yang menyiapkan pembacaan ini menambahkan keterangan dan kenang-kenangannya. (Dengan demikian, tanda kurung dalam Ulangan 10:6-9 menjadi terang). Tetapi hal-hal kecil ini adalah sepele. Tokoh Musa yang besar itu adalah kunci bagi sejarah dan kesusasteraan.

No comments:

Post a Comment