Rujukan bahwa Maria selamanya Perawan hanya ada dalam Kitab/tulisan-tulisan Apokrip: Dalam kitab-kitab kanonik tidak ada ayat yang secara tegas menjadi bukti bahwa Maria selamanya tetap perawan. Namun ada beberapa Kitab/ tulisan-tulisan yang bersifat Apokrip (yang barangkali) dapat menjadi dasar kalangan tertentu meyakini bahwa Maria selamanya perawan : 1. Proto-Injii (Proto-evangelium) Yakobus Tulisan ini sudah dikenal dalam tulisan Origenes pada awal abad ke-3 M, dan kemungkinan besar juga oleh Klemens dari Aleksandria pada akhir abad ke-2 M. Maka kemungkinan besar tu lisan ini sudah tersebar luas di kalangan jemaat-jemaat Gereja pada tahun 150 M. Dalam tradisi Gereja Katolik Roma, tulisan ini menjadi dasar muncul dan berkembangnya devosi (kebaktian) kepada Santa Anna dan Santo Yoakim, orang tua Ibu Maria. Tanggal 26 Juli dikhususkan untuk menghormati mereka berdua. Yakobus pasti bukan penulis yang sebenarnya. Tulisan itu mungkin disusun oleh seorang non-Yahudi Kristen. Manuskrip tertua ditemukan dalam bahasa Yunani, Sida, Armenia, dan kemudian juga dalam bahasa Etiopia, Georgia, Slavon. Manuskrip Latin tak ada yang bertahan karena sejak awal dikutuk di Barat . Terdapat lebih dari 130 manuskrip bahasa Yunani yang masih ada . Pada abad ke-5 M, Jerome menentang injil-injil masa kecil Yesus seperti ini. Dalam perjalanan waktu, Martin Luther juga mengutuk tulisan-tulisan ini (Willis Barnstone. ed. The Other Bible: Ancient Alternative Scriptures (New York: HarperCollins, 1984), hlm. 384-385). Kisah dimulai dengan Yoakim dan Anna yang bersedih karena belum memiliki keturunan. Dalam situasi semacam itu, Anna berdoa dan seorang malaikat menampakkan diri padanya serta memberi janji bahwa ia akan mengandung. Begitulah yang terjadi. Anak yang dilahirkan diberi nama Maria. Anak itu bertumbuh dan pada usia enam bulan mulai berjalan. Sejak usia tiga tahun Maria sudah tinggal di Bait Allah. Ketika usianya dua belas tahun, imam kepala dan para petugas Bait Allah mulai memikirkan jodoh untuknya. Dari seorang malaikat diperoleh perintah untuk mengumpulkan para duda dari seluruh wilayah Yudea. Pada saat pemilihan, ketika duda terakhir menerima tongkatnya, tiba-tiba muncullah seekor burung merpati dari tongkat itu dan hinggap di kepala duda terakhir itu. Namanya adalah Yusuf. Ia sudah pernah menikah sebelumnya dan memiliki anak. Semula ia menolak, tetapi karena diyakinkan bahwa ini adalah kehendak Tuhan, akhirnya ia mengalah. Dibawanyalah Maria ke rumahnya. Karena pekerjaannya, Yusuf sementara meninggalkan Maria. Selama itu Maria mendapat pekerjaan untuk membuat tirai Bait Allah. Selama Yusuf tidak hadir di rumah itulah Maria bertemu dengan seorang malaikat yang memberitahukan kepadanya tentang rencana Allah. Maria akan hamil. Demikianlah kisahnya: [11:1] Maria mengambil tempat air dan pergi ke luar untuk mengambil air. Dan lihatlah, ia mendengar sebuah suara yang berkata, "Salam, hai kamu yang diistimewakan. Tuhan bersamamu. Kamu diberkati dari antara para perempuan." Maria melihat sekeliling, kanan dan kiri, untuk memeriksa dari mana suara itu datang. Ia lalu masuk ke rumahnya dengan ketakutan dan menurunkan tempat airnya. Ia mengambil kain ungunya dan duduk di kursinya dan mulai melukis [pada kain itu] [11:2] Dan lihatlah, seorang malaikat Tuhan berdiri di depannya dan berkata, "Jangan takut, Maria. Karena kamu telah memperoleh keistimewaan di hadapan Sang Guru dari semua, dan kamu akan mengandung seorang anak karena Sabda-Nya." Tetapi ketika ia mendengarkan, ia bertanya kepada dirinya sendiri, "Akankah aku mengandung dari Allah Tuhan yang hidup dan melahirkan seperti setiap perempuan yang lain?" [11:3] Malaikat Tuhan berkata kepadanya, "Tidak demikian, Maria. Karena kuasa Allah akan menaungimu. Jadi, yang kamu lahirkan akan disebut kudus, Anak dari Yang Mahatinggi. Dan kamu akan menamai-Nya Yesus, karena ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka." Maria menjawab, "Lihatlah hamba Tuhan ada di hadapanmu. Terjadilah padaku seperti yang telah Kaukatakan. (Bart De Ehrman, Lost Scriptures : Book that Did Not Make It into the New Testament, New York : Oxford University Press, 2003 hlm. 67)
Itulah yang kemudian terjadi. Dalam Injil kanonik peristiwa tersebut dikisahkan seolah-olah tanpa pergulatan yang sungguh berarti dalam diri Yusuf dan Maria. Lain halnya dengan Proto-Iniil Yakobus ini. Kutipan berikut ini memberi informasi tentang percakapan yang sungguh pribadi antara Yusuf dan Maria setelah Yusuf meratapi kehamilan Maria yang sungguh mengejutkan itu. Keduanya bergulat dalam kebingungan menghadapi kenyataan itu: [13:2] Yusuf bangkit dari kain karung, memanggil Maria, dan berkata kepadanya, "Kamu yang telah diperhatikan oleh Allah, mengapa kamu melakukan ini? Sudahkah kamu melupakan Tuhan Allahmu? Mengapa kamu merendahkan jiwamu-kamu yang telah dibawa naik di tempat yang mahakudus dan menerima makananmu dari tangan malaikat?" [13:3] Tetapi ia [=Maria] menangis secara memilukan dan berkata, "Aku ini murni dan belum pernah berhubungan dengan seorang laki-laki pun." Yusuf menjawabnya, "Jadi bagaimana kamu menjadi hamil?" Ia berkata, "Selama Tuhan Allahku hidup, aku tidak tahu." (Bart De Ehrman, Lost Scriptures : Book that Did Not Make It into the New Testament, New York : Oxford University Press, 2003 hlm. 68)
Pergulatan batin Yusuf dan Maria sungguh memperlihatkan sisi manusiawi kedua tokoh tersebut. Tidak hanya itu, karena Maria mengandung selama Yusuf bepergian, mereka harus juga bisa membuktikan bahwa keduanya tidak bersalah. Oleh para pemimpin Bait Allah, Yusuf dituduh telah menghamili Maria, sedankan Yusuf mengira Maria telah dihamili oleh laki-laki lain. Sesuai dengan aturan yang berlaku, masing-masing dari mereka diminta untuk meminum air yang sudah diisi dengan kutuk. Selanjutnya, mereka harus pergi menyendiri ke padang gurun. Air kutuk itu dipercaya sebagai jalan keluar terakhir untuk membuktikan apakah seseorang bersalah atau tidak. Demikian kisahnya: [16:1] Imam itu berkata, "Berikan perawan yang telah kamu terima dari Bait Allah Tuhan." Dan Yusuf mulai menangis secara memilukan. Imam itu berkata, "Aku akan minta kalian berdua minum 'air kutuk' Tuhan, dan itu akan memperlihatkan dosa-dosa kalian di depan mata kalian sendiri." [16:2] Imam itu memberinya kepada Yusuf untuk diminumnya, dan menyuruhnya pergi ke padang gurun. Tetapi Yusuf kembali dengan sehat. Ia kemudian memberinya kepada Maria untuk diminumnya dan menyuruhnya pergi ke padang gurun. Dan ia kembali dengan sehat. Semua orang takjub bahwa tidak ada dosa dinyatakan di dalam mereka. [16:3] Imam itu berkata, "Kalau Tuhan Allah belum menyatakan dosa-dosa kalian, saya juga tidak menghakimi kajian." Dan ia membebaskan mereka. Yusuf membawa Maria dan pulang ke rumah, sambil bersukacita dan memuliakan Allah Israel. (Bart De Ehrman, Lost Scriptures : Book that Did Not Make It into the New Testament, New York : Oxford University Press, 2003 hlm. 67)
Karena ternyata baik Yusuf maupun Maria tidak terkena kutuk dari air itu, dan kembali ke kampung mereka dengan sehat walafiat, semua orang akhirnya percaya bahwa memang mereka tidak bersalah. Sekali lagi, di dalam Proto-Injil Yakobus inilah ditemukan sebuah pengalaman Yusuf dan Maria sebagai dua manusia biasa yang mencoba memahami apa yang telah diperbuat oleh Tuhan terhadap Maria. Bila demikian indahnya Proto-lnjil Yakobus mengisahkan pergulatan Yusuf dan Maria secara sangat manusiawi, mengapa tulisan ini tidak diterima masuk ke dalam kanon Perjanjian Baru sebagai tulisan suci? Dalam tulisan ini jelas bahwa peran ibu Maria sangat ditonjolkan. Kemungkinan besar tulisan ini disusun sebagai tulisan apologetik untuk membela diri. Di dalamnya ditegaskan kembali keyakinan Gereja awal tentang keperawanan Maria, baik sebelum maupun sesudah ia melahirkan. Namun demikian, harus dikatakan juga bahwa cara pembelaan atas keperawanan Maria itu bisa dinilai berlebihan atau bahkan menimbulkan nuansa gaib. Berikut ini kisah tentang kelahiran ajaib Yesus: [19:2] Mereka [=Yusuf dan sang bidan] berdiri di dalam gua, dan sebuah awan yang cemerlang melingkupi¬nya. Bidan itu berkata, "Jiwaku telah dibesarkan pada hari ini, karena mataku telah melihat sebuah tanda ajaib: keselamatan telah dilahirkan bagi Israel." Seketika itu juga awan itu pergi dari gua itu, dan sebuah cahaya yang cemerlang muncul di dalamnya sehingga mata tak dapat memandangnya. Segera cahaya itu pergi, sampai seorang bayi dapat terlihat. Dan bayi itu pergi dan berpegang pada payudara Maria, ibunya. Bidan itu berteriak, "Hari ini adalah hari yang besar bagiku, karena aku telah melihat keajaiban baru ini." (Bart De Ehrman, Lost Scriptures : Book that Did Not Make It into the New Testament, New York : Oxford University Press, 2003 hlm. 70)
Sampai di sini mungkin masih belum terlalu membingungkan. Kelahiran Yesus yang ajaib justru dimaksud untuk membela keperawanan Maria. Mungkin sekali karena unsur inilah Proto-Iniil Yakobus juga menjadi tulisan yang banyak disukai dalarn usaha menumbuhkan rasa kebaktian kepada Maria. Namun demikian, lanjutan kisah ini mungkin jauh lebih mengejutkan. Dikisahkan bahwa setelah kelahiran ajaib itu, sang bidan pergi ke luar dari gua tempat kelahiran tersebut untuk menceritakan peristiwa ajaib itu. Ia bertemu dengan seorang perempuan bernama Salome yang ternyata sangat meragukan cerita sang bidan dan bahkan menuntut untuk diberi kesempatan agar menguji sendiri keperawanan Maria. Demikian yang terjadi: [...][20:1] Bidan itu masuk dan berkata kepada Maria, "Tabahkan hatimu, karena ada sedikit perdebatan mengenai dirimu." Lalu Salome memasukkan jarinya untuk memeriksa keadaannya, dan ia berteriak, "Celakalah aku karena dosa dan ketidakberimananku. Karena aku telah menguji Tuhan, dan lihatlah, tanganku terbakar dan jatuh terlepas dariku." ... (Bart De Ehrman, Lost Scriptures : Book that Did Not Make It into the New Testament, New York : Oxford University Press, 2003 hlm. 70)
Maka di sini disajikan sebuah cerita yang sangat bernuansa gaib. Untuk membela keperawanan Maria yang tetap perawan setelah ia melahirkan Yesus secara ajaib, dikisahkan bahwa orang yang meragukan itu mengalami nasib yang sungguh celaka. Seolah ingin dikatakan: "Jangan meragukan keperawanan Maria. Salah-salah, nanti kamu bernasib celaka seperti Salome!" Tidak hanya itu, kisah berlanjut dengan proses penyembuhan tangan Salome yang sudah kering dan jatuh terlepas itu. Bagaimana caranya? Demikian lanjutan kisahnya: [20:3] Dan lihatlah, seorang malaikat Tuhan muncul dan berkata kepadanya, "Salome, Salome, Sang Guru dari semua telah mendengar doamu. Bawalah tanganmu kepada anak itu dan angkatlah dia; dan kamu akan mendapatkan keselamatan dan sukacita." [20:4] Salome dengan sukacita datang dan mengangkat anak itu, sambil berkata, "Saya akan menyembahNya, karena Ia telah dilahirkan sebagai seorang raja yang besar bagi Israel." Salome seketika itu juga disembuhkan, dan ia pergi keluar dari gua itu [sebagai orang yang] dibenarkan. Dan lihatlah sebuah suara berkata, "Salome, Salome, jangan melaporkan segala perbuatan ajaib yang telah kamu lihat sarnpai anak itu masuk Yerusalem." (Bart De Ehrman, Lost Scriptures : Book that Did Not Make It into the New Testament, New York : Oxford University Press, 2003 hlm. 67)
Keempat Injil dalam kanon Kitab Suci tidak mengisahkan hal-hal ajaib seperti itu. Di satu pihak memang dikisahkan bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus dan melahirkan di Bethlehem. Bagaimana rincian peristiwa kelahiran dinilai sebagai yang kurang dalam kisah-kisah yang sudah ada. Maka bagian yang kurang itu ingin dilengkapi. Tidak ada yang bisa menjelaskan bagaimana Maria tetap perawan setelah melahirkan. Maka kisah ini memberi penjelasan dengan menceritakan adanya cahaya yang menyilaukan. Tak ada yang melihat kejadiannya secara persis. Bidan yang ingin membantu proses persalinan juga tak melihatnya. Yang mereka tahu, segera sesudah cahaya yang menyilaukan itu pergi, bayi Yesus sudah ada di tengah mereka. Untuk memperkuat kepercayaan itu, kisah dilanjutkan dengan menceritakan akibat yang dialami bila orang tidak percaya. Salome menjadi peringatan bagi mereka yang tidak percaya. Tidak hanya itu, bayi Yesus yang baru saja lahir dikisahkan sebagai bayi yang bisa melakukan mukjizat. Teks Proto-Injil Yakobus sebagai satu kesatuan memang tidak masuk dalam kanon. Mungkin karena orang percaya ketika itu sudah mulai merasakan bahwa ada unsur yang berlebihan. Banyak hal yang karenanya mulai dipertanyakan. Mungkin alasan penolakan terhadap bahan ini lebih disebabkan oleh cerita-cerita yang berlebihan yang cenderung menggambarkan Yesus secara gaib dan menakutkan, meskipun tujuan yang ingin dicapai adalah benar-benar membela keilahian Yesus. Namun demikian, sebagian isinya masih terus bergema dalam penghayatan kebaktian Gereja Katolik Roma, misalnya kisah tentang Yoakim dan Anna sebagai orang tua Maria. Sekali lagi, di sini terlihat bahwa sebuah tulisan hanya diambil sebagian saja yang mungkin masih dinilai sebagai bagian yang bisa diterima sebagai ajaran resmi. Bagian-bagian lain yang dirasa akan bisa menimbulkan kesan-kesan keliru tidak diteruskan dalam tradisi. Banyak terjemahan dihasilkan dan tulisan ini memainkan peran penting dalam perkembangan tradisi dan dogma tentang Maria. 2. Kisah Yusuf Si Tukang Kayu Ada sedikit tulisan yang menggambarkan tokoh Yusuf adalah "Kisah Yusuf Si Tukang Kayu". Tulisan ini berasal dari abad ke-4 atau ke-5 M. Dalam bentuknya sekarang, tulisan itu disajikan sebagai tuturan langsung dari Yesus. Berikut ini kita lihat sedikit bagaimana Yesus sendiri bercerita tentang keluarga-Nya dan memberi penekanan bahwa ibuNya tetap perawan. Sekarang Yustus dan Simeon, anak-anak tertua dari Yusuf, telah menikah dan memiliki keluarga sendiri. Kedua anak perempuannya juga telah menikah dan tinggal di rumah mereka masing-masing. Jadi yang masih tinggal di rumah Yusuf hanyalah Yudas dan Yakobus Muda, dan ibu-Ku yang perawan. Aku [=Yesus] juga tinggal bersama mereka, sebagaimana seolah Aku juga salah satu dari anaknya. Aku menghabiskan hidup-Ku tanpa kesalahan. Aku menyebut Maria sebagai ibu-Ku, dan Yusuf sebagai ayah-Ku, dan Aku menaati mereka dalam segala hal yang mereka katakan; tidak pernah Aku menentang mereka, tetapi selalu mengikuti perintah-perintah mereka, sama seperti orang-orang lain yang dihasilkan oleh bumi ini akan ingin melakukannya; tidak pernah Aku sekali pun membuat mereka marah, atau mengucapkan kata atau menjawab dalam pertentangan melawan mereka. Sebaliknya, Aku menyayangi mereka dengan cinta yang besar, seperti biji mata-Ku sendiri. (JK Elliott, The Apocryphal Jesus, Legends of the Early Church., Oxford : Oxford University Press, 1996 hlm. 49.)
Informasi semacam ini tentu berguna bagi Gereja awal yang meyakini keperawanan Maria sebelum dan sesudah bertemu Yusuf. Dalam tulisan itu, ditegaskan oleh Yesus sendiri bahwa Ia tidak memiliki adik yang dilahirkan oleh Yusuf dan Maria setelah kelahiran-Nya. Bagaimana kisah Yusuf selanjutnya? Kutipan berikut ini menyajikan kisah yang mengharukan tentang saat-saat Yusuf mendekati ajalnya. Aku sekarang masuk dan berada di sampingnya dan mendapati bahwa hatinya sungguh digelisahkan, karena ia begitu cemas. Dan Aku berkata kepadanya, "Salam: Ayah-Ku, Yusuf, engkau orang benar, apa kabar?" Dan ia menjawab-Ku, "Salam! Anakku yang kukasihi. Sesungguhnya kecemasan dan ketakutan akan kematian telah melingkupi aku; tetapi pada saat aku mendengar suara-Mu, jiwaku segera menjadi tenang. O, Yesus dari Nazaret! Yesus, Penyelamatku! Yesus, bebaskanlah jiwaku! Yesus, pelindungku! Yesus! O, nama yang termanis pada mulutku dan pada mulut semua yang mencintai nama itu! O, mata yang melihat, dan telinga yang mendengar, dengarlah aku! Aku adalah hamba-Mu; hari ini aku dengan sangat rendah hati menghormati-Mu, dan di hadapan wajah-Mu kutuangkan air mataku. Engkau adalah Allahku; Engkau adalah Tuhanku, sebagaimana telah dikatakan kepadaku oleh malaikat dalam banyak kesempatan, dan secara khusus pada hari itu ketika jiwaku sedang digoncangkan oleh pikiran-pikiran keliru tentang Maria yang murni dan terberkati, yang sedang membawa-Mu di dalam rahimnya, dan yang sedang diam-diam ingin kusuruh pergi. Dan ketika Aku sedang merenungkan ini, lihatlah, tampak padaku dalam tidurku malaikat-malaikat Tuhan, dalam sebuah misteri yang menakjubkan, berkata kepadaku, 'O, Yusuf, anak Daud, jangan takut untuk mengambil Maria sebagai istrimu; dan jangan bersedih, dan jangan pula mengucapkan kata-kata yang kasar tentang kehamilannya, karena ia sedang mengandung seorang anak dari Roh Kudus, dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan akan dinamakan Yesus, karena la akan menyelamatkan bangsa-Nya dari dosa-dosa mereka.' Janganlah karena ini mengharapkan yang buruk menimpaku, O, Tuhan, karena aku tidak tahu tentang misteri kelahiran-Mu. Aku juga ingat, Tuhanku, hari itu ketika seorang anak laki-laki mati karcna digigit oleh seekor ular. Dan sanak kerabatnya ingin menyerahkan Engkau kepada Herodes sambil berkata bahwa Engkau telah membunuhnya; tetapi Engkau membangkitkannya dari mati, dan memulihkan dia bagi mereka. Kemudian aku pergi kepada-Mu dan memegang tangan-Mu sambil berkata, 'Anakku, jagalah diri-Mu.' Tetapi Engkau berkata kepadaku dalam jawaban-Mu, 'Bukankah engkau adalah ayah-Ku menurut daging? Aku akan mengajarkan engkau siapa Aku.' Nah, sekarang, O, Tuhan dan Allahku, janganlah marah kepadaku, atau menghukumku karena saat itu. Aku adalah hamba-Mu, dan anak dari hamba-hamba perempuan-Mu; tetapi Engkau adalah Tuhanku, Allah dan Penyelamatku, dan sungguh pasti Anak Allah." (JK Elliott, The Apocryphal Jesus, Legends of the Early Church., Oxford : Oxford University Press, 1996, hlm. 49-50)
Demikianlah kembali ditegaskan oleh tulisan semacam ini bahwa Yesus adalah Allah. Penyesalan Yusuf yang semula kurang mempercayai hal itu dimaksudkan untuk semakin menambah hormat dan kekaguman pada keilahian Yesus sebagai Anak Allah sendiri. Tulisan ini di kemudian hari menjadi dasar di beberapa jemaat Kristiani untuk menghormati Santo Yusuf tidak hanya sebagai pelindung para pekerja, tetapi juga sebagai pelindung untuk meninggal secara baik. (Lihat JK Elliott, The Apocryphal Jesus, Legends of the Early Church., Oxford : Oxford University Press, 1996, hlm. 46)
No comments:
Post a Comment